slide show

Thursday, December 18, 2008

Kampus Tanpa Kantin, Bagaimana Rasanya?

Kampus Tanpa Kantin, Bagaimana Rasanya?

Dibawah teriknya matahari puluhan mahasiswa Stikom terlihat nangkring di jalan Bekamin Senin (15/12). Aktivitas mereka beragam, mulai dari membeli makanan, merokok, duduk berdua, bertiga bahkan berkelompok. Menengok ke dalam, kampus Stikom memang tak memiliki fasilitas kantin layaknya kampus pada umumnya. Yoga, mahasiswa Broadcast, menganggap lalu lalang jalan Bekamin setidaknya “mengobati” ketiadaan kantin di dalam kampus. “Para pedagang yang berjejer disini menjual makanan yang terjangkau untuk ukuran mahasiswa,” ujarnya ditemui di salah satu penjual minuman jalan Bekamin.

Lain dengan Clara, mahasiswa jurusan Public Relations 2007 yang ditemui sedang mengantri batagor, menurutnya Stikom harus punya kantin. “Kalo lagi panas gini kan males juga, apalagi sebagian penjual disini punya tempat terbatas menjamu mahasiswa mengingat pembeli lain juga punya hak yang sama. Kalau bisa secepatnya Stikom punya kantin, tegasnya.

Jalanan Bekamin yang dilalui orang dengan beragam aktivitas terkadang bisa jadi “pemandangan” alami bagi mahasiswa Stikom. Wajar saja, orang yang berlalu lalang sebagian besar berasal dari kalangan mahasiswa dari kampus lain. Ini bisa dipahami karena dibelakang kampus terdapat kos-kosan mahasiswa. Bagi Isma (21) yang menjalani hidup anak kos berharap kantin di Stikom bisa terwujud.

Menurutnya, jajanan di Bekamin masih mahal. Perempuan yang asli bertempat tinggal di Cicalengka ini menginginkan kantin seperti di jalan Lodaya. “Di Lodaya kan kita punya kantin dan harganya murah. Apalagi tempatnya strategis karena rindang!”, ungkapnya.

Pantauan GERBANG di jalanan Bekamin terhadap penjual makanan Senin (15/12) relatif murah. Penjual pecel misalnya, dengan harga Rp. 5000-8.000 saja sudah bisa mendapatkan satu porsi. Pilihan lain seperti nasi padang hanya mengeluarkan kocek Rp. 5.500-9.000 sudah bisa menikmati hidangan khas Padang tersebut. Untuk pilihan minuman, pedagang jus buah bisa jadi alternatif dengan harga berkisar Rp. 2.000-4.000 saja. (Huyogo Gabriel Yohanes Simbolon)


No comments: